Gadgetren – Teknologi pengisian cepat atau istilah kerennya “fast charging” merupakan salah satu fitur wajib yang harus tersemat di perangkat masa kini, terutama untuk kelas menengah ke atas.
Dengan hadirnya teknologi yang semakin maksimal ini, pengguna membutuhkan waktu yang lebih singkat untuk mengisi daya di baterai handphone sehingga mereka bisa segera melanjutkan aktivitasnya.
Pengguna pun tak perlu khawatir saat bepergian ke luar rumah karena mereka bisa mampir sebentar ke toko atau kafe yang menyediakan terminal listrik untuk mengisi daya ketika baterai handphone-nya tiba-tiba habis di jalan.
Meskipun demikian, pengguna tidak bisa menggunakannya secara asal-asalan karena setiap tipe handphone memiliki standar pengisian cepat yang bersifat unik dan bahkan tak akan aktif jika digunakan di perangkat lain.
Supaya kamu bisa lebih memahami bagaimana menggunakan fitur ini secara lebih tepat dan aman, saya akan mencoba memaparkannya mulai dari pengetahuan dasar mengenai teknologi fast charging.
Apa Itu Teknologi Fast Charging?
Fast charging secara teknis adalah teknologi pengisian baterai yang akan memastikan bahwa transfer energi listrik dari sumber (dalam hal ini adaptor atau kepala charger) ke perangkat dapat bekerja dengan daya listrik sangat besar.
Bagi kamu yang sulit akrab dengan istilah-istilah kelistrikan, daya listrik sendiri bisa dianalogikan seperti kemampuan bak tampung dalam mendistribusikan air ke ember atau bak mandi.
Semakin besar angkanya, maka tentu saja baterai perangkat bisa terisi penuh dalam waktu yang lebih cepat sebagaimana proses pengisian air ke dalam ember atau bak mandi pada analogi di atas.
Besaran yang memiliki satuan Watt (W) ini secara teori berkaitan sangat erat dengan tegangan yang menyebabkan listrik mengalir serta kuat arus (besarnya aliran yang timbul).
Bahkan jika dihubungkan dalam persamaan matematis, daya listrik (P) merupakan hasil langsung dari perkalian antara tegangan (V) dan kuat arus (I) yang bekerja dalam satu rangkaian.
P = VI
Kuat arus dalam hal ini biasanya secara khusus akan tercatat dengan satuan Ampere (A) di bagian keterangan produk sementara tegangan yang juga akrab disebut “Voltase” tertulis dengan satuan Volt (V).
Berdasarkan teori ini, orang-orang yang ingin meningkatkan kemampuan pengisian daya dalam sebuah rangkaian dapat mengelola kuat arus maupun beda potensial yang bekerja di dalam rangkaian.
Proses Fast Charging
Pengisian daya baterai Lithium-ion (Li-ion) secara mendasar membagi proses menjadi beberapa tahap termasuk di antaranya fase arus konstan dan tegangan konstan.
Saat pengguna melakukan pengisian dari nol, baterai awalnya akan terisi dengan arus konstan untuk membuat tegangan terus meningkat hingga titik maksimalnya yang berada di kisaran 4,2V.
Setelah tegangan mencapai titik puncaknya, baterai kemudian akan terisi dengan kuat arus yang semakin mengecil secara eksponensial sehingga kecepatan pengisian daya terus melambat.
Teknologi fast charging secara khusus memanfaatkan fase awal pengisian daya saat beda potensial masih berupaya menyentuh titik puncaknya untuk memompa baterai dengan kuat arus maksimal secara konstan.
Meskipun demikian, setiap perusahaan teknologi memiliki standar masing-masing yang biasanya hanya berlaku secara unik alias khusus untuk produknya dan tidak bisa digunakan untuk perangkat dari perusahaan lain.
Sejumlah perusahaan dalam hal ini dapat menggenjotnya sejak berasal dari sumber listrik seperti apa yang dilakukan oleh OPPO dalam VOOC Flash Charge (20W) dengan menggunakan adaptor berkuat arus 4A pada tegangan 5A.
Di sisi yang lain, perusahaan teknologi juga dapat memanfaatkan tegangan tinggi untuk mengalirkan listrik dari sumber ke perangkat dengan menambahkan opsi step-down supaya sesuai tegangan baterai.
Opsi step-down tersebut diletakkan di dalam sebuah rangkaian maupun chip khusus pada handphone dengan fungsi untuk menurunkan tegangan sekaligus menaikkan kuat arus sesuai dayanya (P=VI).
Sebagai contohnya, teknologi fast charging yang beroperasi pada tegangan 9V dan kuat arus 2A akan memiliki rangkaian step-down yang mengubahnya menjadi 4,2V dan 4,28A sesuai dengan dayanya, yakni 18W.
Yang cukup menarik, metode kedua ini lebih banyak diaplikasikan karena dapat bekerja secara lebih efisien sehingga tidak menimbulkan disipasi panas (hilangnya energi ke bentuk kalor) dan membuat handphone tetap dingin.
Selain itu, menggunakan tegangan tinggi dengan kuat arus rendah dalam teknologi fast charging juga dapat menekan banyaknya daya yang hilang saat digunakan pada rangkaian dengan hambatan tinggi seperti kabel yang lebih panjang.
Berdasarkan hukum ohm, nilai tegangan dalam sebuah rangkaian berbanding lurus dengan besarnya hambatan yang memiliki satuan ohm sementara kuat arus berlaku sebaliknya.
Atau jika disederhanakan dalam persamaan fisika, tegangan bahkan secara khusus bisa dilihat sebagai hasil perkalian dari kuat arus dengan besarnya hambatan yang dilambangkan huruf R.
V = IR
Ini mengartikan bahwa hambatan akan menurunkan tegangan sesuai dengan kuat arus yang melewatinya sehingga daya listrik yang sampai di perangkat sedikit berkurang.
Namun dengan menggunakan teknologi fast charging bertegangan tinggi dan berkuat arus rendah, kemampuan distribusi muatan listrik pada hambatan yang besar tetap bisa sesuai nilai daya sebenarnya.
Untuk memastikan proses berjalan secara maksimal, sejumlah perusahaan juga melengkapi teknologi mereka dengan sebuah protokol khusus yang dapat membuat adaptor dan perangkat saling mengenali.
Jika keduanya cocok, maka proses pengisian akan menggunakan teknologi fast charging yang sesuai. Namun jika tidak, maka akan berjalan seperti pengisian standar pada umumnya.
Jenis Standar Teknologi Fast Charging
Sebagai tambahan informasi, pengguna sekarang ini kemungkinan akan menemukan beberapa jenis teknologi fast charging berikut ini saat akan membeli handphone baru:
1. USB Power Delivery
USB Power Delivery atau bisa juga disingkat USB-PD merupakan sebuah standar fast charging yang diperkenalkan oleh USB-IF dan banyak digunakan oleh sejumlah perusahaan teknologi seperti Apple, Google, MediaTek, dan Motorola .
4. Qualcomm Quick Charge
Sebagai pengembang chip, Qualcomm pun menciptakan standar khusus pengisian yang disematkan ke dalam SoC buatannya dengan mengusung nama Qualcomm Quick Charge.
Meskipun demikian, perusahaan-perusahaan teknologi dalam hal ini tidak wajib mengaktifkannya dan bisa menggunakan standar sendiri saat membenamkan chip-chip buatan Qualcomm.
3. VOOC, DashCharge, dan WarpCharge
Berbeda dari sejumlah teknologi di atas, VOOC, DashCharge, dan WarpCharge merupakan standar pengisian cepat untuk perangkat buatan OPPO dan OnePlus yang menekankan pada peningkatan kuat arus.
4. Huawei SuperCharge
Huawei pun tak ketinggalan. Hadir secara eksklusif di perangkat premiumnya, teknologi bernama SuperCharge buatannya memiliki pemilihan mode dengan meningkatkan tegangan atau kuat arus.
Sedikit perlu saya tegaskan di bagian akhir ini, adaptor dari standar-standar di atas pun tetap aman digunakan untuk produk yang berlainan meski sebenarnya dirancang hanya untuk mendukung satu ekosistem.
Jadi saat terpaksa harus menggunakan adaptor dari merek lain, kamu tak perlu takut menggunakannya asalkan produk bisa dipastikan benar-benar original.
Source: https://gadgetren.com/2020/10/10/apa-maksud-fitur-fast-charging-120069/